Jumat, 04 November 2011

Nostalgia Asrama (1)

"Tekad si Emak"


Lih, bangun lih, sholat shubuh,
Mun, bangun udah shubuh mun,
Siska, Lena, Metha, Aniek, ayo bangun, sholat shubuh jamaah yuukk....

Begitulah Emak (panggilan sayang untuk sahabat kami, Mey) setiap pagi berkoar-koar membangunkan kami, yang bagaikan putri tidur tetap terlelap meski adzan shubuh telah berkumandang. Dia mengetuk setiap pintu kamar kami (bahkan berkali-kali), berharap beberapa dari kami segera sadar, bangun dan mengambil air wudhu, dan syukur-syukur shalat berjamaah dengannya. Namun, terkadang niat baiknya hanya disambut dengan sayup-sayup bunyi tak jelas yang keluar dari mulut kami yang kami sendiri pun tak tahu maksudnya...Kadang kami mengatakan “iya Mey”, tapi badan kami tak “iya” untuk segera bangun dari peraduan...Kadang juga kami merasa “sedikit” kesal, apalagi jika kita sedang tidak sholat tetapi tetap dibangunkan juga...Tapi si Emak yang satu ini tetap sabar dan tetap dengan semangat 45 membangunkan kami untuk sholat. Dia benar-benar seperti seorang emak, selalu berusaha membuat kami, anak-anaknya, untuk tetap berada di jalan Nya....
Setelah meninggalkan asrama mahasiswa Universitas Indonesia Depok, kami terpencar-pencar ke daerah kos yang berbeda-beda.. Tiada ada lagi suasana yang seperti dulu...Tiada ada lagi  Emak yang membangunkan sholat.... Sekarang hanya ada suara alarm hand phone yang menyambut tanpa diiringi irama ketukan pintu dan suara Emak... Oh Emak, memang tiada duanya!!!
Sesuatu baru terasa indah dan berkesan setelah kita tidak mengalaminya lagi. Meski kita coba untuk mengulangnya kembali pun, rasanya tak sama seperti dulu. Seperti Emak yang tak ada duanya, kenangan ini pun tak ada duanya dan akan selalu terkenang sepanjang hidup kita.....^^

Kamis, 03 November 2011

Galau Mahasiswa Semester Akhir...

Bosan ke kampus, terkadang malah bosan dengan pelajaran yang itu-itu aja, bahkan bosan juga dengan teman-teman yang itu-itu aja...hehe..kalau buat anak kos yang dari daerah (yang berarti sudah tahun keempat merantau), kebosanan itu juga mencakup hal makanan...setiap hari makannya itu mulu karena si mbak warteg ga mau merubah menu makanannya atau karena kiriman ortu yang ngepas sehingga ga bisa bebas pilih-pilih makanan...Nah selain kebosanan, ada hal lain lagi yang menjadi sebab kegalauan anak semester akhir, yaitu kegaulauan skripsi dan kegalauan menentukan masa depan setelah lulus....Jiaaaa,,,dua hal ini adalah yang paling teratas dalam list penyebab kegalauan kita!!!! Pasti kuping kita sangat sensitif mendengar kata "skripsi" da "kerja"...hehe...Kalau anak fakultas lain, masalah skripsi mungkin cuma mencakup topik. Nah di FIB, ada kelonggaran untuk tidak mengambil skripsi, namun justru kelonggaran inilah yang juga membuat galau selain topik tentu saja. Kadang kita ingin juga lulus cepet tanpa masalah (ditambah dengan banyaknya teman-teman kita yang tidak skripsi). Namun, di sisi lain, kita juga butuh tantangan karena katanya ga afdol kalau jadi sarjana belum merasakan asam manisnya bikin skripsi. Nah untuk masalah masa depan,,kebanyakan mahasiswa FIB yang saya tanyakan, merasa bingung untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmunya. Kalau menurut saya, bukan karena tidak ada pekerjaan yang cocok dengan bidang ilmu di FIB, tetapi karena ilmu kita disini luas dan luwes. Sebenarnya kita bisa bekerja dimana saja dan di bidang apa saja karena ilmu kita itu bisa diterapkan dimana-mana. Kalau saya di jurusan Prancis, selain kemahiran bahasa (yang tentunya menjadi nilai plus kita), saya juga belajar politik, kebudayaan, filsafat, kuliner, sinema, dan lain-lain. Nah ini mungkin bisa menjawab kegaulauan masalah masa depan. Untuk masalah skripsi, saya percaya jika terus digali bahan-bahannya, sesuatu yang masih abstrak pasti akan kelihatan juga ujungnya, ibarat menggali harta karun. Pertama kali yang terlihat adalah pekatnya tanah (sama seperti pekatnya bahan-bahan yang belum diolah) tetapi dibalik itu semua ada sesuatu yang terang yang menjadi tujuan pencarian kita. Ayo terus berusaha!!! hehe....nah kebosanan-kebosanan yang saya sebutkan diatas itu sebenarnya bisa diatasi dengan bercerita dengan teman, khususnya teman-teman yang memiliki latar belakang seperti kita misalnya sama-sama anak kos, karena dia lebih tahu masalah seperti ini. Saya selalu melakukannya ketika sedang bosan, karena saya orangnya sangat suka bercerita. Bisa juga curhat dengan orang yang sama-sama mengalami kebosanan jugaa,,bisa jadi gokil tuh obrolannya (dua orang yang sedang bosan membicarakan kebosanan)...hehehheh

Sebuah cerita mengenai toleransi beragama di ujung negeri...

       Sekitar bulan Juni-Juli lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi dan tinggal di Desa Ombay sebuah desa di Pulau Pantar, Nusa Tenggara Timur (secara administratif, desa itu terletak di kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor, NTT). Kalau dilihat di peta, wilayah Kabupaten Alor berbatasan dengan Timor Leste.  Desa ini terbagi menjadi dua dusun, Dusun 1 dan Dusun 2. Dusun 1 merupakan dusun Muslim (penduduknya beragama Islam), sedangkan Dusun 2 merupakan dusun Kristen (penduduknya beragama Kristen, kecuali beberapa orang yang tinggal di tepi pantai). Nah, yang menarik adalah bahwa dari dulu, kedua dusun yang jelas berbeda ini selalu berjalan berdampingan, tidak pernah ada konflik antar penduduknya. Semua orang saling menghormati dan menghargai kepercayaan masing-masing dalam menjalani hidup sebagai sesama warga Desa Ombay. Rupanya, berdasarkan cerita dari beberapa orang tua, kerukunan ini telah terjalin sejak lama. Bahkan ada legenda yang menceritakan asal muasal terjadinya kerukunan tersebut. Para warga desa percaya bahwa jika ada suatu pihak yang mengadu domba warga dua dusun tersebut, niscaya malapetaka akan menimpanya. Bentuk-bentuk dari kerukunan ini tercermin dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Misalnya ketika warga Muslim Dusun 1 sedang mengadakan syukuran misalnya pembangunan masjid, maka warga Dusun 2 ikut membantu memasak di dapur. Begitu pula sebaliknya ketika warga Dusun 2 membangun gereja. Ternak babi di Dusun 2 pun diikat agar tidak sembarangan masuk ke Dusun1. Dalam urusan pemerintahan, susunan pengurus terdiri dari orang-orang dari kedua dusun dan semuanya berjalan beriringan. Terasa sekali nuansa persaudaraannya.  Sewaktu kami (yang beragama Islam) datang ke Dusun 2, warganya sangat "welcome". Bahkan ketika hari-hari terakhir kami disana, ada seorang Bapak dari Dusun 2 yang ingin menjamu kami dengan menu ayam dan beliau takut kami khawatir atas kehalalannya. Maka  kami pun disuruh menyembelih sendiri ayamnya dengan cara yang benar sesuai ajaran Islam. Baru kemudian istri Bapak itu memasaknya...
waaah...sungguh terasa sekali toleransi beragamanya disana....ini terjadi bukan dimana-mana, tapi di negeri kita sendiri loh....

Sabtu, 29 Oktober 2011

Apakah saya berbakat menjadi seorang fotografer?? ^^


Bulan Juni-Juli yang lalu, saya mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (K2N) Universitas Indonesia. Nah seperti tahun-tahun sebelumnya, K2N kali ini juga diadakan di berbagai pulau-pulau terdepan dan daerah perbatasan di Indonesia. Ternyata saya dan 9 teman saya lainnya kebagian di Desa Ombay, Pulau Pantar yang termasuk ke dalam wilayah Kep. Alor, NTT. Pemandangan disana sangat indah dan selalu membuat kami rindu sewaktu kami sudah tidak disana. Hanya bermodalkan kamera digital Samsung 10,2 MP, saya pun mengabadikan berbagai sudut pemandangan Desa Ombay dan Pulau Pantar..Terkadang saya sengaja sok-sok an mencari angle yang bagus dalam memotret, namun sering juga secara tak sengaja, mendapat suatu foto yang bagus...Dan inilah beberapa hasil jepretan saya, seorang amatiran..hehe....